Selamat Datang di Situs Web Kementerian Luar Negeri Jerman

Pidato Kanselir Jerman Olaf Scholz pada Acara Pembukaan di Hannover Messe pada tanggal 16 April  2023

Pembukaan Hannover Messe 2023

Olaf Scholz pada Acara Pembukaan Hannover Messe 2023 dengan Indonesia sebagai negara mitra di HCC Kuppelsaal. Hannover, 16 April 2023, © Geisler-Fotopress

19.04.2023 - Siaran Pers


Ketika saya terbang ke Bali untuk menghadiri KTT G20 pada bulan November tahun lalu, saya membawa buku yang sangat menarik dalam koper saya. “Revolusi” judulnya. Di dalamnya, penulis asal Belgia David van Reybrouck menggambarkan pentingnya arti Indonesia bagi pembentukan dunia modern kita.

Buku ini dimulai dengan eksperimen pemikiran yang menarik. Coba ingat kembali atlas atau peta dunia dari kelas geografi Anda! Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan populasi keempat terbanyak di dunia, dan dalam waktu dekat akan menjadi satu dari sepuluh kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Akan tetapi, di atlas sekolah, setidaknya di negara kami di sini, Indonesia selalu berada di pojok, jauh di sebelah kanan bawah. Namun dunia, seperti yang ditulis van Reybrouck, sejatinya tidak mengenal atas dan bawah, tengah dan pinggir. Karena itulah dalam pikirannya Reybrouck mendorong Indonesia ke pusat peta yang Eropa-sentris. Indonesia, jika diukur dalam dimensi Eropa, menempati luas yang terbentang dari Irlandia hingga Kazakhstan.

Dan tiba-tiba menjadi jelas bagi kita semua: kita tidak sedang membicarakan sebuah negara kepulauan yang konon jauh di ujung dunia. Kita membicarakan sebuah negara yang tepat berada di jantung salah satu kawasan terdinamis di dunia, secara strategis terletak di tengah kawasan Indo-Pasifik, antara Tiongkok, India, Oseania dan Amerika.

Jika kita membicarakan abad ke-21 yang sungguh sesuai disebut "abad Asia", jika kita memikirkan pertumbuhan pasar dan diversifikasi, jika kita kini lebih membidik antena politik dan ekonomi kita ke arah kawasan Indo-Pasifik, maka tidak ada jalan lain selain melalui Indonesia.

Itulah sebabnya kami bergembira dan bersyukur, Bapak Presiden yang terhormat, bahwa jalan Indonesia menuju ke Hannover pada hari ini. Kedua negara kita adalah demokrasi yang terkonsolidasi. Bersama-sama, kita membela dunia di mana supremasi hukumlah yang ditegakkan ketimbang ketidakadilan pihak yang lebih kuat. Pentingnya ini sudah terlihat jelas bagi kita tahun lalu.

Anda, Bapak Presiden, telah memimpin kelompok negara G-20. Pada saat bersamaan, Jerman memimpin G-7 dan merupakan sebuah kebahagiaan bagi saya untuk menyambut Anda di KTT G-7 di Bavaria.

Pada KTT G-20 di Bali, kita tidak hanya dengan jelas mengutuk perang agresi Rusia terhadap Ukraina, yang bertentangan dengan hukum internasional dan mengakibatkan penderitaan bagi seluruh dunia. Bersama-sama, kita juga menyatakan dengan tegas bahwa ancaman atau bahkan penggunaan senjata nuklir tidak dapat diterima. Kesan saya, pesan ini telah dipahami di Moskwa.

Ini menunjukkan bahwa jika kita berdiri bersama, jika kita bersatu untuk mempertahankan prinsip-prinsip Piagam PBB dan hukum internasional, kita akan berhasil. Oleh karena itu, Bapak Presiden, terima kasih banyak atas kerja sama kita yang erat dan penuh kepercayaan!

Kami ingin memperdalam kerja sama ini lebih lanjut lagi, di bidang politik, tetapi juga - di mana kita saat ini? - tentu saja di bidang ekonomi. Kami telah mengambil langkah penting ke arah ini selama selama kepemimpinan G-7 kami tahun lalu. Kami telah membentuk salah satu kemitraan pertama di dunia untuk transisi energi terbarukan yang berkeadilan dengan Indonesia.

Kesediaan Indonesia untuk dekarbonisasi penuh sektor ketenagalistrikannya pada tahun 2050 adalah sebuah terobosan. Hal ini sangat ambisius dan menantang, seperti yang kita sendiri sadari. Sebagai timbal balik dari G-7, kami akan memobilisasi investasi senilai puluhan miliar dolar dari pemerintah maupun swasta dalam beberapa tahun ke depan untuk mempercepat transisi Indonesia dari bahan bakar fosil dan meningkatkan energi terbarukan. Saya hanya dapat mengundang Anda semua untuk memanfaatkan peluang yang ada, terutama bagi industri Jerman yang inovatif dan ramah iklim.

Untuk memastikan bahwa ambisi perlindungan iklim dan semangat kepeloporan dalam transformasi ekonomi kita mendapatkan imbalan ketimbang hukuman, kami selaku G-7 telah mendirikan Klub Iklim Internasional. Klub ini menyangkut persaingan yang adil, serta aturan dan standar yang sama. Saya sangat senang bahwa Indonesia akan bergabung dengan klub iklim yang terbuka dan kooperatif ini dalam hitungan hari.

Kerja sama ekonomi antara kedua negara kita telah mendapat dorongan lebih lanjut melalui deklarasi bersama yang kini telah ditandatangani oleh Menteri Ekonomi Habeck dan rekan sejawatnya dari Indonesia. Langkah logis berikutnya, yang menurut saya harus terjadi dan memang harus diikuti, adalah perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa. Dalam sekejap,  hal ini akan memunculkan kawasan ekonomi gabungan berisi lebih dari 700 juta orang. Indonesia dan Komisi Uni Eropa telah merundingkannya sejak tahun 2016. Komitmen saya adalah memastikan bahwa kita akhirnya dapat menuntun perjanjian hingga titik penyelesaian. Berdasarkan apa yang baru saja Anda sampaikan di sini, Bapak Presiden, saya sangat yakin bahwa kita akan berhasil bersama.

Secara kebetulan, yang berlaku bagi Indonesia juga berlaku bagi perjanjian perdagangan bebas kami dengan MERCOSUR, Meksiko, Australia, Kenya, dan India. Dalam hal ini, dinamika baru juga telah muncul dalam beberapa bulan terakhir. Ini merupakan reaksi terhadap pandemi dan dampaknya; namun juga merupakan tuntutan dari perkembangan geopolitik, baik di Eropa maupun di Asia.

Negara-negara di seluruh dunia berupaya mengurangi ketergantungan yang berisiko dan memperluas hubungan dagang mereka. Dalam hal ini, pandangan kita juga sangat mirip, Bapak Presiden. Pendekatan kita adalah: melepaskan pasar-pasar individu adalah cara yang salah. Yang kita butuhkan adalah pengurangan risiko yang cerdas dan proaktif. Kebetulan bahwa inilah konsensus dari Konferensi Bisnis Jerman di Asia Pasifik yang saya hadiri di Singapura pada bulan November tahun lalu. Dan hal ini juga selaras dengan kesan yang saya dapatkan dari percakapan saya dengan para pengusaha. Dalam hal diversifikasi, politik dan ekonomi di Jerman kini benar-benar bergerak ke arah yang sama.

Bahan baku memainkan peran penting dalam hal ini, terutama yang sangat diperlukan dalam transformasi menuju netralitas iklim dan digitalisasi. Saat ini, kami mengimpor banyak bahan mentah dari Tiongkok, meskipun logam tanah jarang, tembaga, atau nikel sering kali tidak diekstraksi di sana, melainkan dari negara-negara seperti Indonesia, Chili atau Namibia, yang sering kali hanya memperoleh keuntungan yang sangat kecil dari kekayaan alamnya atas bahan baku.

Kami ingin mengubah hal ini. Jika kita berhasil memindahkan lebih banyak tahap pengolahan ke sumber asal bahan baku tersebut, hal ini tidak hanya akan menciptakan kemakmuran setempat, tetapi juga memastikan bahwa kami akan mempunyai lebih dari satu atau dua pemasok saja di masa depan. Oleh karena itu, dalam pandangan saya, penciptaan nilai tambah lokal yang lebih besar dengan taraf diversifikasi lebih tinggi ini tergolong bagian perjanjian perdagangan bebas modern.

Selain itu, terdapat instrumen pengembangan perdagangan luar negeri yang kami gunakan untuk mendukung investasi di luar negeri guna menciptakan nilai tambah lokal, terutama di sektor bahan baku. Namun, ini saja tidak cukup untuk memastikan keamanan pasokan bahan baku. Oleh karena itu, kami juga ingin memperkuat ekstraksi dan pengolahan di Eropa dan, saat memungkinkan, di Jerman.

Secara paralel, terdapat Global Gateway Initiative dari Uni Eropa yang dapat membantu kami "mengangkat" investasi dalam infrastruktur berkelanjutan. Proyek mercusuar pertama juga sedang direncanakan di Indonesia.

Menggabungkan semuanya, hal ini menjadikan Jerman, Eropa, dan Indonesia mitra yang ideal dalam transformasi.

Hadirin sekalian, perdagangan yang bebas dan adil, rantai pasokan yang tangguh, bahan baku yang cukup - adalah satu bagian dari yang kita perlukan agar transformasi industri besar menuju netralitas iklim berhasil. Bagian lainnya adalah bagi kita untuk sungguh-sungguh menjalankan transformasi ini sekarang di Jerman, bagi kita untuk beralih dari "berbicara" ke "berbuat" – walk the talk. Masih banyak hal yang belum terlaksana dalam beberapa tahun terakhir. Namun, hadirin sekalian, sekarang saatnya bagi kita untuk mengejar ketertinggalan.

Beberapa minggu yang lalu, saya mengatakan bahwa transformasi ini menawarkan peluang yang sangat besar bagi negara kita. Hal ini merupakan daya dorong besar bagi lapangan kerja dan pertumbuhan. Sebuah survei baru KfW menunjukkan: Lebih dari tiga perempat perusahaan besar di Jerman berpandangan sama. Namun demikian, peningkatan yang menjadi mungkin ini memiliki tiga prasyarat: pertama, tujuan yang jelas, dapat diandalkan dan konkret, sehingga mereka dapat merencanakan investasi dengan pasti; kedua, "tekanan pada ketel uap" [„Druck auf dem Kessel“], yaitu kecepatan Jerman yang telah disebut-sebut, dan ketiga, tenaga kerja ahli dalam jumlah memadai yang turut membantu di Jerman. Kami sedang memajukan ketiga hal tersebut.

Mari kita lihat sasarannya. Kami telah menyatakan bahwa kami ingin menjadi salah satu negara industri pertama yang netral iklim pada tahun 2045. Bahkan mulai tahun 2030, 80% listrik kami akan berasal dari energi terbarukan, bersamaan dengan permintaan listrik yang terus meningkat. Namun, merumuskan sasaran yang ambisius seperti ini saja tidak cukup. Untuk mencapainya, kami membutuhkan peta jalan dengan langkah bertahap, dengan pemantauan, dan komitmen. Oleh karena itu, saya telah meminta pakar-pakar kami untuk menghitung apa yang perlu kami lakukan secara konkret untuk memperoleh pasokan energi bersih yang aman, terjangkau, dan bersih. Jawabannya adalah: Di Jerman kita harus membangun empat sampai lima turbin angin, sistem fotovoltaik seluas lebih dari 40 lapangan sepak bola, 1600 pompa panas, dan empat kilometer jaringan transmisi per hari. Hal ini merupakan aksi berdaya besar.

Kita hanya akan berhasil jika kita tidak hanya menetapkan tujuan yang jauh, tetapi juga menyatakan kepada semua orang dengan jelas: Inilah jalannya, dan kita akan menempuh jalan ini bersama-sama.

Hal ini membawa saya ke poin kedua: tempo lebih cepat. Saat membangun terminal-terminal LNG baru di pantai kita, kita telah menunjukkan bahwa Jerman pun bisa bergerak cepat dan bebas birokrasi. Mulai sekarang, ini akan menjadi tolok ukur kita, juga dalam pembangunan pembangkit listrik, fasilitas penyimpanan, dan jaringan transmisi, juga dalam pembangunan rel kereta api, jembatan, dan jalan raya.

Pada tahun pemerintahan pertama kami telah mengurangi secara signifikan waktu perencanaan dan persetujuan untuk jaringan dan turbin angin. Ladang angin lepas pantai kini dapat disetujui, dibangun, dan disambungkan dengan lebih cepat. Di darat, berlaku target wilayah yang mengikat untuk tenaga angin. Perluasan energi terbarukan diprioritaskan secara hukum di atas kepentingan hukum lainnya. Dan dengan keputusan terbaru dari komite koalisi pemerintah, negara kita melaju semakin cepat.

Wilayah tambahan akan dialokasikan untuk turbin angin dan fotovoltaik. Jembatan yang rusak dan jalan raya yang rawan macet akan lebih cepat diganti atau ditingkatkan. Kami sedang meluncurkan sebuah inisiatif untuk memperluas infrastruktur pengisian daya, agar kami dapat memiliki 15 juta mobil listrik di jalan raya kami pada tahun 2030. Terakhir, kami memutuskan untuk mengakhiri konflik berkepanjangan antara peningkatan energi terbarukan dan pelestarian alam. Hal ini dilakukan, misalnya, dengan aturan baru tentang area kompensasi dan fleksibilitas atas pembayaran kompensasi.

Saya katakan dengan jujur: Demi hal tersebut, saya rela untuk tidak tidur selama tiga hari berturut-turut.

Hal ini menyisakan pembangunan besar yang ketiga: Baik itu perusahaan menengah, usaha keluarga, usaha kerajinan, atau badan usaha yang terdaftar di DAX [Indeks Saham Jerman] – negara kita membutuhkan tenaga kerja ahli agar transformasi dapat berubah menjadi kemajuan besar. Karena itulah, dua setengah minggu yang lalu, kami meluncurkan reformasi paling komprehensif yang pernah ada di Jerman untuk menjamin tersedianya tenaga kerja ahli.

Pilar pertama adalah memanfaatkan sepenuhnya potensi dalam negeri. - Saya salut kepada Menteri Tenaga Kerja. – Artinya, kami mendukung perusahaan dalam mempersiapkan pegawainya untuk tugas-tugas baru dan memberi mereka pelatihan lebih lanjut. Tetapi, ini juga berarti, misalnya, meningkatkan penitipan anak sehingga orang tua yang bekerja dapat bekerja lebih lama. Terakhir, kita berbicara tentang hampir dua juta anak muda yang belum menyelesaikan pelatihan kejuruan, yang secara khusus ingin kita persiapkan untuk pemagangan.

Namun demikian, dengan ini kami tetap hanya dapat mengisi sebagian dari kebutuhan tenaga kerja ahli kami. Itulah sebabnya dibutuhkan pilar kedua, yaitu Undang-Undang Imigrasi Tenaga Kerja Ahli. Aturan ini menyangkut tenaga kerja ahli dari seluruh dunia yang ingin bekerja di sini, bersama kami. Fitur baru adalah sistem poin, yang telah digunakan dengan sukses selama bertahun-tahun oleh negara-negara imigrasi seperti Kanada dan Australia. Kami juga memudahkan penyetaraan gelar asing dan pengalaman kerja praktik. Dan yang sangat penting: kami memastikan waktu pemrosesan visa yang lebih singkat.

Kami juga tidak dapat membohongi diri sendiri: Dalam persaingan untuk mendapatkan ahli informatika, pekerja instalasi, dokter, dan perawat terbaik, kita bersaing dengan San Francisco, Singapura, London, Vancouver, dan New York. Dengan kata lain, kita membutuhkan birokrasi lebih pendek dan prosedur yang lebih cepat - yang telah diminta di sini - sehingga mereka yang ingin bekerja di sini juga menyadari bahwa mereka diterima di sini.

Hadirin sekalian, menetapkan tujuan yang jelas, mengatur tempo, menyediakan tenaga kerja ahli - ini adalah hal-hal yang dapat dan akan dibantu oleh negara. Saya yakin bahwa hal ini akan sangat memajukan negara kita. Saya dapat mengutip proyeksi terbaru dari lembaga penelitian ekonomi terkemuka, yang baru saja dirilis. Produksi industri jelas mengarah ke atas. Saya juga dapat merujuk pada miliaran investasi masa depan yang telah lama dilakukan di negara kita.

RWE sendiri akan menanamkan modal sebear 15 miliar euro dalam sepuluh tahun ke depan untuk pembangkit listrik tenaga angin dan surya, pembangkit tenaga hidrogen, jaringan transmisi baru, dan fasilitas penyimpanan. ThyssenKrupp di Duisburg telah menghemat hingga 70% CO2 dalam produksi baja. Miliaran uang mengalir ke pembangunan produksi baru chip dan semikonduktor Infineon di Dresden, Apple di Munich, Wolfspeed dan ZF di Ensdorf. Pabrik-pabrik baterai bermunculan di beberapa lokasi di seluruh negeri. Sejak bulan Desember lalu, sel-sel surya dengan efisiensi tertinggi diproduksi dari Jerman berkat investasi dalam penelitian dan pengembangan. Dan perusahaan-perusahaan Anda menjadi yang terdepan dalam penelitian kecerdasan buatan, robotika, dan mikroelektronika. Kita baru melihat sebagian kecil dari kemungkinan yang ada dalam kerja sama antara manusia dan robot pada demonstrasi tadi.

Semua ini dan masih banyak lagi dapat dilihat dalam beberapa hari mendatang di Hannover. Semua ini memberi kita kepastian bahwa transformasi akan menjadi proyek pertumbuhan besar bagi negara kita. Oleh karena itu: Percayalah! Berinvestasilah dalam pabrik dan produksi baru sekarang juga! Dalam hal ini juga berlaku: yang terlambat yang akan merugi. Atau, secara lebih positif: Yang datang lebih awal dapat menjadi bagian dari kemajuan.

Kini hanya tersisa satu kalimat yang telah saya nantikan sepanjang malam: Hannover Messe 2023 dengan ini sudah dibuka.

Ke awal laman